Judul di atas merupakan headline Tema Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari 2025 yang ke-79 sekaligus peraayaan kelahiran organisasi pers tertua di Indonesia yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang tahun ini diselenggarakan di Ibu Kota Kalimantan Selatan, Banjarmasin dengan Sub Tema HPN 2025 yakni lokal “Kalsel Gerbang Logistik Kalimantan”.
Pengusungan tema nasional di peringatan HPN tahun ini tentu tidak lahir begitu saja, akan tetapi sarat makna historis bahwa pers memiliki peran kunci dalam perjalanan bangsa ini.
Tidak hanya diawal memproklamirkan kemerdekaan republik ini, namun pers memiliki posisi strategis dalam mendukung program pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan bangsa.
Pers sebagai pilar demokrasi keempat memiliki peran strategis mendukung Asta Cita Bapak Presiden Prabowo Subianto salah satunya mewujudkan ketahanan pangan.
“Pers Mengawal Ketahanan Pangan untuk Kemandirian Bangsa” tema ini menunjukkan dukungan pers terhadap upaya menciptakan sistem pangan berkelanjutan berbasis inovasi dan kearifan lokal, melalui produk jurnalis yang mengedukasi.
Dengan begitu, seluruh masyarakat dapat memahami dan mengetahui pentingnya ketahanan pangan itu.
Sejarah Hari Pers Nasional
Sejarah Pers Indonesia tentu tidak lepas dari tokoh perintis Pers Nasional Raden Mas Djhokomono Tirto Soerjo (Blora 1880-1918).
Tirto meninggal di Batavia (Jakarta, sekarang) 7 Desember 1918 pada umur 37 atau 38 tahu adalah seorang tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional Indonesia, dikenal juga sebagai perintis persurat kabaran dan kewartawanan nasional Indonesia.
Tirto menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903-1905), Medan Prijaji (1907) dan Putri Hindia (1908). Tirto juga mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah (SDI-ah) yang merupakan Organisasi tandingan dari Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhoedi.
Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia), dan seluruh pekerja mulai dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan dan wartawannya adalah pribumi Indonesia asli.
Tirto adalah orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda dan pembentuk pendapat umum. Dia juga berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu. Akhirnya Tirto ditangkap dan disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pulau Bacan, dekat Halmahera (Provinsi Maluku Utara).
Setelah selesai masa pembuangannya, Tirto kembali ke Batavia, dan meninggal dunia pada 7 Desember 1981. Pada 1973, pemerintah mengukuhkannya sebagai Bapak Pers Nasional.
Pada tanggal 3 November 2006, Tirto mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional melalui Keppres RI no 85/TK/2006 (Sumber:Wikipedia).
Pintu Gerbang Bone Menuju Swasembada Pangan Nasional
Peringatan HPN Tahun 2025 di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan juga turut diperingati sejumlah organisasi pers maupun sejumlah media lokal dengan berbagai kegiatan, mulai dari aksi donor darah, pelatihan jurnalistik maupun dengan kegiatan lomba.
Tentu kegiatan ini tidak hanya seremonial belaka, akan tetapi ditengah disrupsi media, pers akan selalu hadir ditengah-tengah kehidupan sosial masyarakat menjadi sosial kontrol dan mitra produktif pemerintah.
Jauh lebih daripada itu, pers akan hadir memberikan kontribusi untuk kemajuan daerah,bangsa dan negara dengan konten-konten yang mengedukasi dan menginspirasi, dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Aksi kolaboratif antara pemerintah dan pers dibutuhkan dalam konteks berbangsa dan bernegara.
Sekaitan tema Ketahanan Pangan dalam Peringatan HPN 2025, tentu harus dilihat dari berbagai perspektif dan melihat sebagai peluang dan pintu masuk bagi Kabupaten Bone sebagai daerah penyanggah Swasembada Pangan Nasional ke-5 untuk terus mengharumkan namanya di kancah nasional.
Tidak hanya dikenal sebagai daerah produsen penyanggah pangan nasional, tapi Kabupaten Bone harus mengambil peluang sebagai pemegang kendali laju distrubusi dan pasar pangan di Indonesia Timur bahkan nasional.
Apalagi Ibu Kota Negara (IKN) yang akan berpindah di Kalimantan Timur, Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Bone pada khususnya harus menyiapkan diri sedini mungkin membangun infrastruktur dan membangun pondasi industri pangan nasional demi kemajuan daerah.
Sulawesi Selatan sebagai pintu gerbang IKN dari Indonesia Timur, sangat diuntungkan secara geografis yang hanya diantarai oleh Selat Sulawesi, yang merupakan jalur dagang strategis untuk menyuplai kebutuhan pangan IKN ke depan. Peluang ini, tentu harus dimaksimalkan, dengan perencanaan yang matang untuk kemandirian dan kesejahteraan para petani.
Tidak hanya menyiapkan sarana dan prasarana pendukung pertanian dengan berbagai bantuan alsintan dan bibit kepada petani, tapi pemerintah dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) wajib menjadi lokomotif untuk pembangunan industri pertanian dari hulu ke hilir sehingga daerah mendapatkan nilai lebih dari program nasional tersebut.
Pemerintah daerah harus hadir menjaga kestabilan harga saat surplus pangan, agar petani tetap dapat berdaya dan tidak hanya menjadi komoditi industri yang terjadi selama ini.
Pemerintah baiknya tidak hanya berfokus pada peningkatan produksi, tapi bagaimana pemerintah daerah berpikir selangkah maju ke depan menciptakan ekosistem industri pertanian yang bisa memberikan nilai tambah bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan memberikan nilai tambah bagi kemandirian dan kesejahteraan petani. Tentu dengan melibatkan BUMD dan Pihak Swasta.
Pers untuk Ketahanan Pangan
Media pers sebagai arus utama informasi tentu memilik peran penting dalam menginformasikan kepada khalayak publik sekaitan dengan program-program pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan mendukung asta cita Presiden Prabowo Subianto.
Pers tidak hanya dipandang dan dijadikan objek semata, tapi harus digandeng sebagai subjek dalam mendukung kebijakan nasional mewujudkan ketahanan pangan untuk kedaulatan dan kemandirian bangsa. (***).