Seknas FITRA: Miskomunikasi TAPD dan DPRD Jangan Sampai Korbankan Kepentingan Masyarakat

KABARBONE.COM, WATAMPONE – Meregangnya hubungan antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Bone dan Anggota DPRD Bone, soal ketidaksepahaman penerjemahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 212 Tahun 2022 yang mengatur pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU) Earmarking yang menyebabkan perubahan komposisi pada APBD Bone Tahun Anggaran 2023 dapat menyebabkan molornya pelaksanaan kegiatan yang telah dianggarkan di OPD pelaksana teknis.

Terlambatnya pelaksanaan kegiatan pada APBD tahun anggaran 2023 dapat merugikan masyarakat.

Bacaan Lainnya

Hal ini dijelaskan oleh Manajer Riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), Badiul Hadi saat dihubungi kabarbone.com, Kamis (30/3/2023).

Kata pegiat anggaran yang berbasis di Jakarta ini, miskomunikasi antara TAPD dan DPRD Bone seharusnya tidak berlarut-larut hingga menimbulkan kegaduhan di publik.

Kata dia, PMK 212 yang mengatur alokasi DAU Earmarking, harus ditelaah baik-baik pasal per pasal oleh TAPD dan Anggota DPRD Bone serta regulasi lainnya yang mengatur singkronisasi hasil reses DPRD dan hasil musrenbang agar dicapai suatu kesepahaman dan ditetapkan dalam kesepakatan politik yang dituangkan dalam RKPD dan APBD.

Kata Badiul, Dalam PMK 212 tahun 2022 Pasal 2 Bagian DAU yang ditentukan penggunaannya terdiri atas, penggajian formasi PPPK, pendanaan Kelurahan, bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum.

“Merujuk dari sini, DPRD tinggal melihat apakah Pokirnya masuk kedalam 5 poin di atas atau tidak. Kalau kemudian memang masuk, tinggal dibangun komunikasi yang baik agar clear. Dalam PMK 212, juga disebut Pokir. Jadi penerjemahan teman-teman dewan soal regulasi juga harus kuat argumentasinya,” kata Badiul Hadi.

Baca Juga  Pembahasan RAPBD "Buntu", Penetapan APBD Bone 2022 Terancam Molor

Terkait Pokir anggota DPRD, kata dia juga diatur dalam Permendagri 86 Tahun 2017 pasal 78 masih mengakomodir Pokir Dewan terutama Ayat (1) huruf (i) penelaahan pokok-pokok pikiran DPRD.

“Kalau yang digunakan rujukan Permendagri 86 tahun 2017, juga dijelaskan pada Pasal 153 huruf (k) penelaahan pokok-pokok pikiran DPRD. Paragraf 11 Penelaahan Pokok-Pokok Pikiran DPRD Pasal 178. Jadi pokir DPRD memang dijelaskan dalam sejumlah regulasi. Sisa komunikasi politiknya yang harusnya tuntas antara TAPD dengan DPRD,” ungkapnya.

Dia juga menyarankan agar pokir anggota DPRD berbasis pada data yang baik agar rasionalitas perencanaan dan penganggaran bisa lebih baik.

“Atau misalnya DPRD bisa minta klarifikasi secara lebih detail kenapa ada penghapusan beberapa Pokir. Yang Paling penting DPRD mengkomunikasikan relevansinya, misalnya apakah pokir yang disampaikan itu tidak berkontribusi pada capai kinerja yang di tetapkan dalam PMK 212 sehingga ditiadakan,” jelasnya lagi.

“Atau DPRD bisa mengkomunikasikan langsung di Kemenkeu supaya semuanya bisa clear,” terangnya.

Lanjut dia mengatakan, kalau ada keterbatasan anggaran, tinggal dilihat prioritas pada RKPD 2023 dan disesuaikan dengan PMK 212.

“Dalam posisi ini Pemerintah Daerah juga harus clear menyampaikan informasinya. sehingga bisa dikomunikasikan dengan baik. Jangan sampai ketidaksingkronan pemerintah daerah dan DPRD ini mengorbankan kepentingan masyarakat,” pungkasnya.

Diketahui, APBD Bone Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp 2,3 triliun lebih telah disepakati bersama antara Pemkab Bone dengan DPRD Bone menjadi peraturan daerah (Perda) pada akhir November 2022 lalu.

Namun, karena adanya juknis PMK 212 Tahun 2022 tentang alokasi DAU, menyebabkan TAPD melakukan parsial anggaran untuk pemenuhan DAU Earmarking yang menyebabkan protes anggota DPRD karena sejumlah pokir mereka tidak diakomodir pada APBD Tahun 2023. (dy)

Baca Juga  Tuntut Pokir DPRD Dipulihkan, Ketua Fraksi Gerindra Bustanil Arifin Geram dan Banting Mikrofon

Pos terkait