KABARBONE.COM, WATAMPONE – Pakar Hukum Tata Negara Negara Universitas Gadjah Mada, Dr Zainal Arifin Mochtar, S.H, LL.M turut menjadi salah satu pemateri dalam kegiatan Capacity Building Dewan Pengurus Pusat Forum Masyarakat Sipil Ade Pitue di Hotel Helios, Watampone, Sulawesi Selatan, Sabtu (25/2/2023).
Dr Zainal Arifin Mochtar bertandang di Bone didampingi Anggota Komisi 1 DPRD Bone Ade Ferry Afrizal disambut Ketua DPP Formas Ade Pitue Dedi Hamzah dan pengurus.
Tiba di Hotel Helios Sabtu siang (25/2), Dr Zainal Arifin disambut dengan pemasangan Songkok To Bone dan dijamu makan siang oleh panitia.
Dalam kesempatan tersebut, Pegiat Anti Korupsi dari PUKAT UGM ini mengulas panjang tentang cikal bakal lahirnya organisasi masyarakat sipil di dunia maupun di Indonesia di awal kemerdekaan dihadapan para peserta dan perkembangan masyarakat sipil hingga pasca reformasi.
“Sejarah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) lahir karena perlawanan. Adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah sebagai institusi yang dibentuk oleh negara untuk mensejahterahkan rakyat,” ungkapnya.
Pria pecinta sepak bola ini juga menjelaskan pasang surut pergerakan OMS di Indonesia.
Dia menyebut lahirnya OMS atas dasar teori dari John Lock yang mengatakan di negara demokrasi perlu ada civil soceity yang menjadi penyeimbang pemerintah yakni Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif sebagai sosial kontrol agar tidak menggunakan kewenangan dan kekuasaanya secara sewenang-wenang terhadap rakyat.
“Di awal perjuangan kemerdekaan, ada Sarekat Dagang Islam yang dibentuk KH Samanhudi yang kemudian berubah menjadi Sarekat Islam, dan tokoh lainnya seperti Hos Cokroaminoto dan tokoh lainnya yang kemudian banyak berkontribusi memberikan kritikan kepada pemerintah, namun diredam bahkan dipenjara sebagai tawanan politik karena dianggap melawan pemerintah saat itu. Termasuk pembredelan terhadap media,” ulasnya.
Lanjut dia, mengatakan bahwa OMS adalah kelas menengah yang menjadi jembatan komunikasi antata pemerintah kepada masyarakat, penghubung komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah.
Bahkan kata dia OMS memiliki peran besar dalam mengawal kebijakan pemerintah, dan sekaligus bersinergi dengan pemerintah maupun swasta.
“Pemerintah berkewajiban membantu OMS, tapi hati-hati jangan kemudian bantuan itu menjadi alat untuk menjinakkan OMS. OMS tetap harus pada posisinya yakni di tengah-tengah antara pemerintah dan masyarakat,” katanya.
Dia juga mengingatkan menjelang Pemilu 2024 agar masyarakat jangan mudah terpecah bela oleh isu-isu politik identitas dan SARA yang dapat menyebabkan polarisasi ditengah masyarakat.
“Di Bone dan khususnya Sulsel adalah daerah pantai yang masyarakatnya rukun dan mudah untuk menerima budaya baru. Jelang pilpres tentu daerah kantong-kantong ini menjadi operasi untuk menciptakan konflik. Olehnya pemerintah, harus melihat OMS sebagai lembaga yang bisa membantu pemerintah dalam menjaga stabilitas daerah jelang Pemilu 2024,” pungkasnya.
“Dalam politik, OMS bisa mengambil peran mengantarkan figur tertentu. Tapi ingat, setelah mengantarkan, kembali ke tengah sebagai sosial kontrol,” kuncinya
Dalam kesempatan tersebut Dr Zainal Arifin Mochtar juga banyak melakukan diskusi dengan peserta terkait perkembangan demokrasi di Indonesia.
Pemateri lainnya dalam kegiatan tersebut yakni Andi Muhamad Hidayat, S.H, dari Yasmib Sulawesi dan Kepala Kesbangpol Kab. Bone Dr. H. A. Sumardi Suaib, M.Si. (dy)