KABARBONE.COM, WATAMPONE – Sejumlah Partai Politik (Parpol) di Kabupaten Bone diduga telah melakukan manipulasi data keanggotaan partai politik (Parpol).
Hal tersebut terungkap setelah puluhan warga mengadu di Kantor KPU Kabupaten Bone atas pencatutan dirinya secara sepihak oleh oknum Parpol di Bone, Selasa (27/9/2022).
Kelakuan nakal parpol ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan administrasi keanggotaan partai di Sipol (Sistem Informasi Partai Politik).
Sipol adalah sistem dan teknologi informasi yang digunakan dalam memfasilitasi pengelolaan administrasi pendaftaran, verifikasi dan penetapan Partai Politik peserta Pemilu yang diluncurkan KPU RI.
Setiap parpol meski memiliki keanggotaan 1/1.000 setiap daerah sebagai persyaratan yang diatur undang-undang pemilihan umum (Pemilu) untuk memenuhi persyaratan sebagai peserta Pemilu 2024.
Artinya setiap parpol di Bone diwajibkan mengumpulkan 8.130 KTP untuk didaftarkan sebagai anggota parpol dari pembanding jumlah penduduk di Kabupaten Bone sebanyak 813.000 jiwa.
Pakar hukum Andi Asrul Amri, SH, MH yang dihubungi kabarbone.com menjelaskan pencatutan nama warga secara sepihak oleh oknum parpol tanpa izin adalah perbuatan pidana.
Kata dia meski tidak diatur dalam undang-undang pemilu soal sanksi pidana, tapi bukan berarti ada kekosongan hukum.
Asrul menegaskan penyalahgunaan data kependudukan sesuai yang diatur di Undang-Undang nomor 24 tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan, pasal 96 A ancamannya 10 tahun dan denda 1 miliyar bagi orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan dan atau mendistribusikan dokumen kependudukan orang lain.
“Pencapolkan KTP warga sebagai anggota partai tertentu tanpa izin merupakan perbuatan pidana. Jadi di KPU itu memang yang diatur adalah perbaikan adminitrasi sesuai uu pemilu. Tapi uu kependudukan diatur sanksi pidananya yang menyalahgunakan data kependudukan yakni hukuman maksimal 10 tahun denda Rp 1 miliar,” kata Asrul, Selasa (27/9).
Lanjut Asrul, penyalahgunaan data kependudukan ini juga masuk dalam muatan pasal yang diatur dalam Ketentuan Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) tentang penggunaan dokumen palsu.
Kata dia di dalam pasal 263 ayat (2) KUHP tentang penggunaan surat palsu terancam hukuman maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp 75 juta.
“Yang dimana ada seseorang yang mencatut nama orang lain sebagai anggota parpol tanpa izin, sehingga membuat suatu surat isinya bukan semestinya atau surat yang isinya tidak benar di KUHP pasal 263 ancaman hukumannya maksimal 6 tahun denda maksimal Rp 75 juta,” ungkapnya.
Olehnya kata Asrul pencatutan nama seseorang sebagai anggota parpol tanpa izin yang bersangkutan ini bisa dipidanakan mesti tak diatur secara eksplisit dalam uu pemilu.
“Bawaslu sebagai lembaga yang dibentuk untuk mengawasi jalannya pemilu mesti tegas memberikan teguran ke partai bahkan melaporkan kasus ini APH . Termasuk individu yang merasa dirugikan dapat melaporkan ke APH. Jadi bukan hanya sanksi administrasi, tapi mesti dilaporkan pidana karena merugikan masyarakat,” jelasnya
“Warga yang ingin mendaftar sebagai penyelenggara pemilu maupun pekerjaan lainnya yang mensyaratkan non partai akan kehilangan kesempatan gara-gara tercatut namanya sebagai kader partai. Ini jelas merugikan setiap individu,” tegasnya
Sebelumnya KPU Kabupaten Bone mengakui telah menerima puluhan pengaduan masyarakat terkait pencatutan nama warga di Sipol oleh oknum parpol tertentu.
Komisioner KPU Bone Nasaruddin Zaelany menjelaskan warga yang mengadu di KPU akan diberikan formulir yang isinya menyatakan bukan anggota partai untuk ditandatangi di atas materai.
“Kita akan klarifikasi bersama Bawaslu untuk diteruskan di partai sesuai pengaduan masyarakat agar dicabut namanya di sipol. Dan ini membutuhkan proses dan waktu. Jadi warga yang terdaftar di sipol akan diverifikasi TMS (Tidak Memenuhi Syarat),” jelasnya.
Sedangkan Ketua Bawaslu Bone Hj. Jumria mengtakan Bawaslu belum bisa menidaklanjuti pidananya karena tidak diatur di uu pemilu.
“Kalau ada masyarakat yang di catut namanya di parpol bisa melapor di Bawaslu atau di KPU. Mekanisme awal melapor dulu di Bawaslu atau KPU, nanti KPU melakukan klarifikasi,” pungkasnya. (dy)