SOROT

Usaha Restoran dan Warung Makan di Bone Tumbuh, Pajak Restoran Malah “Jebol”

904
×

Usaha Restoran dan Warung Makan di Bone Tumbuh, Pajak Restoran Malah “Jebol”

Sebarkan artikel ini

KABARBONE.COM, WATAMPONE – Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak daerah di postur Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD-P) Kabupaten Bone Tahun Anggaran 2022 surplus dari target Rp 124,6 miliar lebih naik menjadi Rp 128 miliar atau bertambahRp 2,58 miliar.

Postur APBD-P Bone Tahun Anggaran 2022 sendiri mengalami kenaikan dari ABPD Pokok tahun Anggaran 2022 sebesar Rp 2,3 Triliun lebih, bertambah di APBD-P tahun Aggaran 2022 menjadi Rp 2,7 Triliun lebih.

Meski demikian, salah satu item pendapatan daerah yakni pajak restoran malah jebol. Ironisnya, usaha restoran dan warung makan di Kabupaten Bone tumbuh dan menjamur. Bahkan usaha restoran dan warung makan pasca pandemi Covid-19 ramai diserbu pengunjung setiap harinya.

Dari data yang diperoleh kabarbone.com, target yang dibebankan kepada Badapan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bone tahun 2022 sebesar Rp Rp 8 miliar lebih, sedangkan realisasi Bapenda Bone baru membukukan sekirat Rp 3 miliar lebih di semeter pertama tahun 2022.

Pajak restoran merupakan pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Pajak restoran sendiri  meliputi rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, termasuk jasa boga/caterin yang dibebankan kepada pribadi atau badan yang membeli makanan dan atau minuman dan restoran sebesar 10 persen

Hal ini sempat dipertanyakan oleh juru Bicara Fraksi Nasdem Marliati saat pandangan umum Fraksi terkait Ranperda APBD-P Tahun Anggaran 2022 dan Ranperda APBD Tahun Anggaran 2023 di Rapat Paripuran di Gedung Paripurna DPRD Kabupaten Bone baru-baru ini.

Kepala Bapenda Bone A. Muh. Akbar yang ditemui kabarbone.com berkilah jika pajak restoran yang dibebankan kepada Bapenda tahun ini terlalu tinggi dari tahun sebelumnya, sehingga sulit untuk mencapai target.

Baca Juga  Miris, Hotel Novena Nunggak Pajak Hingga Ratusan Juta, Owner: Karena Pandemi

“Khusus penerimaan pajak daerah dari sektor pajak restoran tahun ini memang terlalu tinggi. Tahun sebelumnya kita ditargetkan cuma Rp 4 miliar lebih, sedangkan tahun ini sebesar Rp 8 miliar lebih. Saya kira susah untuk dicapai hingga akhir tahun,” jelas Abu Bakar kepada kabarbone.com, Kamis (22/9/2022).

A. Akbar menjelaskan untuk optimilasisasi penerimaan pajak  restoran, Bapenda Bone telah bekerja sama dengan Bank Sulselbar untuk pemasangan MPOS di rumah makan maupun restoran.

Alat ini kata dia digunakan untuk memantau setiap transaksi di restoran yang terhubung online dengan Bapenda Bone.

Akan tetapi pemasangan MPOS ini sendiri kata dia belum maksimal diterapkan dan sudah banyak yang rusak.

“Untuk sekarang yang terdata baru sekitar 70 rumah makan maupun restoran yang terpasang MPOS. Itupun sudah banyak yang rusak. Pengadaan MPOS sendiri dari Bank Sulsel terbatas. Sehingga kami upayakan akan maksimalkan pengadaan alat ini tahun depan untuk mendongkrak pajak restoran,” jelasnya.

Kata dia, juga masih ada pengusaha warung makan dan restoran tidak taat bayar pajak.

“Masih ada juga pengusaha yang tidak jujur dan ogah bayar pajak. Hingga tahun kemarin masih ada yang nunggak pajak salah satunya Hotel Novena,” ungkapnya.

Belum Ada Sangksi Tegas Bagi Pengusaha Nakal

Senada dengan Kepala Bapenda Bone, Sekretaris Bapenda Bone Andi Muslam mengatakan bahwa target yang dibebankan khusus pajak restoran terlalu tinggi. Sehingga menurutnya, akan dirasionalisasikan kembali di APBD-P Tahun Anggaran 2022

“Pada saat rapat di Banggar kami cuma usulkan target pajak restoran hanya berkisar Rp 4-5 miliar. Namun, kembali dinaikkan pada saat itu menjadi Rp 8 miliar lebih dengan alasan pada saat itu ada potensi. Tapi kami akan usulakan perubahan target di perubahan ini,” jelasnya.

Baca Juga  Wabup Bone Beber Sejumlah Masalah Serius di Bone

Mantan Camat Dua Boccoe ini mengakui, sisten pungutan bayar pajak melalui MPOS belum sepenuhnya diterapkan secara massif restoran, karena terkendala alat.  Selain itu, masih ada usaha makanan dan restoran yang masih dipungut secara manual dan sulit dijangkau oleh petugas pungut pajak yang jumlahnya terbatas.

“Alat MPOS ini belum sepenuhnya massif diterapkan khususnya usaha restoran di luar kecamatan kota. Selain itu tenaga pungut pajak kita memang jumlahnya terbatas. Dan masih banyak pemilik usaha restoran ogah bayar pajak. Padahal pajak ini sepenuhnya dibebankan kepada konsumen. Setiap orang belanja itu sudah bayar pajak 10 persen,” jelasnya.

Kata Dia, pemberian sanksi tegas kepada pengusaha nakal yang tidak mau bayar pajak belum ada regulasinnya termasuk pencabutan izin usaha.

“Yang ada diaturan perda yang sekarang hanya sanksi teguran sampai tiga kali. Tidak ada diatur sanksi pidana atau pencabutan izin usaha bagi pengusaha restoran yang tidak bayar pajak. Dan kelemahannya juga, tidak ada petugas khusus untuk melakukan teguran itu,” ungkapnya, Jumat (23/9/2022).

Menurut Andi Muslan perlu didorong perda yang memuat aturan  sanksi tegas kepada pengusaha restoran yang tidak taat bayar pajak, agar potensi pendapatan pajak daerah bisa meningkat dan tidak jebol lagi.

DPRD Dorong Ekseskutif  Ajukan Ranperda

Anggota DPRD Bone Andi Akhiruddin meminta kepada Pemda Bone untuk mendorong rancangan peraturan daerah (Ranperda) yang mengatur sanksi bagi pengusaha restoran dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak daerah.

Hal ini kata Sekretaris Komisi IV DPRD Bone perlu dilakukan, mengingat target Pendapatan Asli Daerah (PAD) selalu mengalami penurunan target sedangkan banyak potensi yang bisa dikelola menjadi sumber pendapatan daerah.

“Dari 4 Prolegda prioritas yang diusulkan setiap tahun, 3 itu adalah usulan eksekutif dan 1 di DPRD di Bapemperda. Saya kira Pemda bisa mengusulkan,” jelasnya.

Baca Juga  Sewindu UU Desa, Sekda Bone: Maksimalkan Penggunaan Dana Desa untuk Tingkatkan PADes

Kata Dia selain pajak restoran, pengelolaan Pasar Sentral Palakka, Stadion Lapatau Bone, Gedung Pemuda dan aset daerah lainnya perlu dimaksimalkan untuk meningkatkan PAD Bone.

“Target PAD kita di postur rancangan APBD tahun anggaran 2023 turun Rp 13 miliar. Padahal roda perekonomian mulai berangsur normal pasca pademi. Saya kira memang perlu ada perbaikan manajemen dan rekturisasi aset Pemda yang belum terkelola maksimal, utamanya aset daerah yang baru tersertifikasi 46 persen. Apakah nanti akan dikelola sendiri oleh pemda atau dipihak ketigakan, pada intinya PAD kita meningkat, bukan malah berkurang,” pungkasnya. (dy)

Tinggalkan Balasan