KABARBONE.COM, WATAMPONE -Publik sempat dihebohkan atas rilisan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat sedikitnya 198 pondok pesantren terafiliasi dengan sejumlah organisasi teroris, baik dalam dan luar negeri termasuk ISIS.
Kepala BNPT Boy RaflyAmar menyebut dari total 198 pesantren tersebut, 11 di antaranya terafiliasi dengan jaringan organisasi teroris Jamaah Anshorut Khilafah (JAK), 68 pesantren terafiliasi dengan Jemaah Islamiyah (JI), dan 119 terafiliasi dengan Anshorut Daulah atau simpatisan ISIS, Selasa (25/1/2022).
Bahkan dalam rilisan BNPT, juga mencaplok Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Huffadh atau dikenal sebutan Pesantren 77 yang beralamat di Desa Tarasu Kecamata Salomeko Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.
Meski kemudian dalam keterangan resminya Direktris Ponpes Santri Darul Huffadh Saidah Lanre mebantah isu tersebut dan melaporkannya ke pihak berwajib.
Kepala Kantor Kemenag Bone Dr. H. Wahyuddin Hakim, M.Hum yang ditemui baru-baru ini diruangannya menjelaskan untuk mengantisipasi penyebaran paham radikal di pondok pesantren khususnya di Bone, Kemenag Bone aktif melakukan pendataan yayasan pondok pesantren, tahfiz dan kelompok TPA.
Pendataan itu dimaksudkan untuk memudahkan Kemenag Bone melakukan pengawasan dan pembinaan.
“Kami rutin melakukan kunjungan ke yayasan ponpes maupun pondok tahfiz dan melakukan pendataan, temasuk memastikan kurikulum yang diterapkan dalam proses pendidikan dan kurikulum ekstrakurikuler setiap ponpes. Dan di Bone semua ponpes menerapkan kurikulum yang telah ditetapkan Kemenag RI ditambah beberapa pelajaran umum dan kegiatan keagamaan tambahan yang diterapkan masing-masing ponpes,” ungkapnya.
Kata Dia sejauh ini ponpes di Bone belum ditemukan penyimpangan kurikulum dalam proses pembelajaran yang memuat paham-paham yang mengajarkan radikalisme.
Wahyuddin mengatakan senantiasa menyerukan moderasi beragama agar setiap penganut agama tidak berpahaman ekstrim dalam menjalankan agamanya.
Moderasi beragama adalah cara pandang dalam beragama secara moderat yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan (pemahaman agama yang sangat kaku) maupun ekstrem kiri (pemahaman agama yang sangat liberal).
Moderasi beragama dimaksudkan agar proses memahami sekaligus mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, agar terhindar dari perilaku ekstrem atau berlebih-lebihan saat mengimplementasikannya.
“Cara pandang dan sikat moderat dalam beragama sangat penting bagi masyarakat plural dan multikultural seperti Indonesia, karena hanya dengan cara itulah keragaman dapat disikapi dengan bijak, serta toleransi dan keadilan dapat terwujud. Sehingga paham-paham radikalisme yang berujung terorisme bisa diantisipasi sedini mungkin,” jelasnya. (dy)