Fatwa Haram Tak Pengaruhi Perdagangan Bitcoin

KABARBONE.COM, BADUNG – Munculnya fatwa haram ternyata tak mempengaruhi perdagangan aset kripto di Indonesia, khususnya melalui platform Tokocrypto. Sebab market dinilai sudah lebih bijak dalam menyikapi keluarnya fatwa tersebut.

“Jadi menyikapi hal tersebut, market pun sepertinya sudah semakin lebih bijak, sudah semakin lebih dewasa,” kata Chief Operations Officer (COO) Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda saat pembukaan T-Hub Tokocrypto di Bali, Jumat (21/1/2022) seperti dilansir dari laman detiknet.

Bacaan Lainnya

“Jadi itu terlihat dari pertumbuhannya tetap konstan dari investornya. Perdagangan volumenya juga lebih stabil, tidak ada perubahan yang signifikan terhadap keluarnya beberapa fatwa tersebut,” imbuhnya.

Teguh mengatakan, pihaknya di industri telah menyikapi adanya beberapa fatwa haram mengenai kripto. Menurutnya, fatwa merupakan rekomendasi, tetapi bukan sebuah keharusan.

“Tapi sekali lagi kami menghormatinya, bahwa beda pandangan itu pasti. Kami terus mengedukasi, tidak hanya terhadap market, tetapi kita juga mengedukasi kepada stakeholder-stakeholder yang lain,” jelas Teguh.

Di sisi lain, Teguh mengaku akan terus berkoordinasi dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan Kementerian Perdagangan serta stakeholder lain. Upaya itu dilakukan untuk meyakinkan dan menjamin aset kripto di Indonesia diperlakukan sebagai komoditas.

“Komoditas itu sifanya adalah trackable, yang bisa diperdagangkan, yang bisa diperjualbelikan, bukan digunakan sebagai alat transaksi pembayaran,” tegasnya.

Untuk diketahui, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram pemakaian uang kripto alias cryptocurrency sebagai alat tukar maupun investasi.

Sebelumnya beberapa lembaga juga telah mengeluarkan fatwa haram terkait cryptocurrency.

Baca Juga  Nilai Tukar Dollar AS Terhadap Rupiah Hari ini Menyusut ke Rp 14.104

Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Tirta Karma Sanjaya kemudian merespon munculnya fatwa haram dari Muhammadiyah tersebut. Menurutnya, munculnya fatwa itu mengulang lagi kejadian sebelumnya dari Ijtima Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Tirta mengatakan, fatwa yang keluar saat ini masih jelas, karena Asep kripto haram bisa dijadikan sebagai alat transaksi. Hal itu jelas bertentangan atau melanggar Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.

“Jadi terkait hal lainnya, MUI sendiri pun masih membuka ruang untuk berdiskusi. Karana sampai saat ini belum ada fatwa untuk aset sendiri itu adalah haram. Jadi pun siap membuka ruang untuk berdiskusi, termasuk nanti ada ahli-ahli fikih dan sebagainya,” jelas Tirta.

Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga menegaskan bahwa kripto memang bukan sebagai alat pembayaran.

“Saya ingin sekali lagi menegaskan, kripto itu bukan alat pembayaran. Kripto itu adalah aset. Makanya kita selalu membiasakan mensosialisasikan penyebutannya itu adalah aset kripto, bukan cryptocurrency,” ungkapnya.

“Karena apa, karena di Indonesia ini yang saat dan hanya bisa dilakukan sebagai alat pembayaran hanya rupiah. Dollar pun tidak bisa. Oleh karena, kenapa ranah kripto di Kemendag, karena kripto didesain, di-create sebagai aset komoditas. Makanya. Kita namakan terus-menerus kripto aset,” paparnya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *