KABARBONE.COM, WATAMPONE – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang baik adalah APBD yang dikelola untuk menyelesaikan persoalan di daerah, terutama terkait kemiskinan, pengangguran, perbaikan pelayanan publik sehingga kesejahteraan dirasakan masyarakat dan dapat dilihat dengan indikator angka maupun kinerja pemerintah.
Hal ini disampaikan Manajer Riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) Baidul Hadi saat dihubungi redaksi kabarbone.com, Senin (27/12/2021).
Baidul Hadi menjelaskan prinsip penyusunan anggaran setidaknya yang harus dilakukan adalah terkait tranparansi, akuntabel, partisipasi, efisiensi dan efektifitas dan kepatuhan terhadap aturan yang ada.
Hal tersebut kata Baidul Hadi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
“Transparansi menjadi sangat penting sebagai upaya pencegahan korupsi dan peningkatan partisipasi masyarakat,” ungkapnya.
Dijelaskannya kembali, partisipasi sebagai tolok ukur bahwa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah berdasarkan kebutuhan masyarakat bukan kepentingan elit di daerah.
Efisiensi dan efektifitas kata Hadi penting guna memastikan tidak terjadi pemborosan anggaran dan semua program kegiatan tepat sasaran.
Kata Baidul Hadi, kepatuhan sebagai bagian dari komitmen menjalankan kebijakan sesuai dengan ketetapan peraturan yang ada.
“Misal penetapan APBD sesuai waktunya sehingga program kegiatan juga berjalan sesuai perencanaan yang ada,” jelasnya
Termasuk dalam komposisi belanja, Baidul Hadi mengingatkan TAPD beraama Banggar DPRD harus rasional dalam menentukan persentase belanja, mesti belum ada aturan baku.
“Tidak ada komposisi baku terkait besaran belanja, namun kami selalu mendorong 60:40. 60% untuk masyarakat,” tegasnya.
Baidul Hadi juga mengingatkan, potensi kerawanan APBD diantaranya ada di belajana Pengadaan Barang dan Jasa termasuk penentuan pihak ke tiga sebagai pelaksana program dan kegiatan.
“Masyarakat harus mengawasi proses ini dengan baik agar tidak terjadi penyelewengan anggaran dan terjadi korupsi,” tegasnya.
Manajer Riset Seknas FITRA Baidul Hadi juga mengungkapkan hasil riset Seknas FITRA terkait APBD Bone tahun 2020 dan APBD Bone 2021.
“APBD Bone, pada tahun 2021 pemerintah Bone mentargetkan Pendapatan daerah Rp 2,3 trilun sedang Belanja Daerah Rp 2,8 triliun, diperkirakan defisit Rp 554 miliar. Tahun 2020 realisasi Pendapatan Rp 2,3 triliun dan Belanja dan Transfer Rp 2,4 triliun, terjadi Defisit Rp 64 miliar,” ungkapnya.
Baidul Hadi kembali mengingatkan agar pemerintah harus melakukan upaya lebih baik dalam pengelolaan APBD sehingga kemanfaatanya dapat dirasakan masyarakat secara langsung, terlebih ditengah pandemi Covid-19.
Hadi menjelakan berdasarkan data, pada Maret 2021 misalnya, perekonomian Bone minus 0,25 persen. Sektor pertanian yang memiliki kontribusi 47% terhadap PDRB juga mengalami minus 0,95 persen.
“APBD harus dikelola secara focus untuk menangani problem-problem krusial di Bone,” imbuhnya.
Baidul Hadi juga merekomendasikan dalam komposisi APBD Bone 2022 menuntaskan empat pokok persoalan.
“1.Memfokuskan belanja penanganan dampak Pandemi Covid-19, baik dampak kesehatan maupun ekonomi, percepatan pemulihan ekonomi, terutama memastikan pertumbuhan ekonomi membaik melalui pengutan sektor riil, misal UMKM, 2. Kemiskinan dan pengangguran menurun, 3. menekan belanja-belanja yang tidak produktif, sebagai antisipasi ketidak pastian situasi karena pandemi dan 4. memperkuat upaya pencegahan korupsi, dengan membuka informasi anggaran, khususnya pengadaan barang dan jasa kepada publik,” jelasnya.
Diketahui dalam perjalanan penyusunan RAPBD Bone 2022, TAPD Pemkab Bone bersama Banggar DPRD Bone tidak melibatkan partisipasi masyarakat dalam setiap prosesnya, mulai proses perencanaan hingga ketok palu APBD 2022.
Diketahui APBD Bone 2022 telah disepakati Pemkab Bone bersama DPRD Bone sebesar Rp 2,3 triliun. (dy).