KABARBONE.COM, WATAMPONE – Pemangkasan anggaran kontrak media Pemerintah Kabupaten Bone tahun anggaran 2022 oleh Dinas Kominfo dan DPRD Bone hingga 50 persen dari anggaran sebelumnya akan mengancam kelangsungan eksistensi perusahan media khususnya media lokal Bone ditengah kondisi ekonomi yang tidak menentu selama pandemi Covid-19.
Tidak hanya itu, berkurangnya anggaran media dinilai akan merugikan pemerintah baik eksekutif maupun legislatif.
Hal tersebut disampaikan Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar Zulkarnain Hamson, S.Sos., M.S.i.
“Pengurangan anggaran media, sepanjang melalui proses evaluasi yang baik, dapat diterima. Akan tetapi jika pemerintah kehilangan pemberitaan media, maka dampaknya adalah ketiadaan informasi kinerja yang bisa diketahui masyarakat. Hal itu juga merugikan eksekutif maupun legislatif, karena bisa saja masyarakat menilai kedua lembaga pemerintah itu tidak berfungsi,” ungkapnya Kamis dini hari (23/12/2021).
Direktur Pusdiklat JOIN Sulsel ini kembali menjelaskan dalam situasi perekonomian yang sulit akibat Pandemi Covid-19, memang isu anggaran adalah yang mengedepan sebagai masalah dibanyak daerah di Indonesia.
Dijelaskannya, posisi dilematis itu juga dihadapi media komersial, baik cetak maupun elektronik.
“Namun pemerintah baik eksekutif maupun legislatif perlu mempertimbangkan dengan cermat manfaat publikasi media bagi masyarakat,” jelasnya.
Dikatakannya lagi sesuai amanah sidang Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), yang meminta agar pemerintah di seluruh dunia dalam menjaga kinerjanya memakai program Pentahelix, patut untuk dicermati.
“Pentahelix adalah program yang menganjurkan pemerintah bermitra dengan akademisi, kalangan bisnis, komunitas dan media,” katanya lagi.
Zulakarnain kembali menuturkan disisi lain, media-media yang terbit di daerah juga berkewajiban melakukan evaluasi pemberitaan, apakah benar telah memberikan dukungan bagi peningkatan kinerja pemerintahan di daerah.
“Jika perimbangan pemberitaan yang tidak menunjang kinerja pemerintah maka media akan mengalami konsekwensi ditinggalkan oleh pemerintah, bahkan oleh pembacanya,”
“Ketidakadilan harusnya bisa diukur dari volume pemberitaan, bukan sekadar rasa, jadi saran saya evaluasi dua pihak harus berjalan. Pertama berapa volume berita yang menunjang publikasi kerja pemerintah dan imbalan bisnis yang mesti diterima pihak manajemen media,” ungkapnya lagi.
Zulakarnaen menegaskan
verifikasi Dewan Pers adalah syarat kesempurnaan sebagai jaminan bahwa semua yang dibutuhkan dan diatur dalam UU terpenuhi.
“Dalam pandangan saya, yang dimaksud berbadan hukum adalah memiliki akte perusahaan (Notariat), memiliki NPWP, memiliki AHU dari kementerian hukum dan HAM, memiliki penanggungjawab, kantor redaksi, SDM dengan bukti kesanggupan kesejahteraan. Verifikasi Dewan Pers adalah syarat kesempurnaan sebagai jaminan bahwa semua yang dibutuhkan dan diatur dalam UU terpenuhi,” terangnya. (dy)