KABARBONE.COM,WATAMPONE – Upaya yang dilakukan Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Bone (Satgas PPC-19) perlu diapresiasi sekaligus perlu dikritisi.
Sejak terbentuknya Satgas PPC-19 di awal Wabah Bencana Non Alam COVID-19 ini, memberikan harapan jika masyarakat Bone dapat terbentengi agar Virus Corona (Covid-19) tidak menular di Kabupaten Bone dan bisa dicegah dengan upaya yang preventif dengan memantau secara ketat hilir mudik warga pendatang maupun warga yang akan keluar kota mesti mengantongi surat keterangan bebas COVID-19 dikeluarkan oleh Pihak Rumah sakit, untuk memstikan orang tersebut bebas COVID-19 yang dikhawatirkan dapat menularkan satu dengan yang lainnya.
Penjagaan di area perbatasan dengan kabupaten tetangga dan pembentukan tim Satgas Covid-19 tingkat Kecamatan, Relawan Desa Lawan COVID-19 yang ditegaskan oleh Kementrian desa, agar setiap desa memberalakukan protokol kesehatan mulai dari posko gerbang desa, sosialisasi protokol kesehatan hingga pengadaan masker gratis di Bulan Agustus lalu oleh pemerintah desa juga memberikan harapan agar masyarakat desa di Kabupaten Bone dapat patuh menerapkan 3 M ( mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker).
Namun lambat laut, karena persoalan eknomi harus sejalan dengan penerapan protokol kesehatan, penjagaan diperbatsan dan posko jaga desa dan kecamatan turut dibubarkan sesuai perintah Bupati Bone, H. A. Fahsar M. Padjalangi.
Realokasi anggaran besar-besaran oleh Pemkab Bone dari semua OPD agar melakukan penangan COVID-19 yang totalnya hingga Rp 82 miliar ternyata tak mampu juga dipergunakan sebaik-baiknya untuk menanggulangi penyebaran COVID-19 di Bumi Arung Palakka ini.
Besarnya ketakutan akan hukuman korupsi jika salah menggunakan anggaran, lebih ditakutkan dari pada menggunakan uang rakyat tersebut untuk membuat terobosan usaha preventif agar laju penyebaran COVID-19 bisa ditekan, padahal juknis penggunaan anggaran Covid-19 sudah dikeluarkan oleh Kemenkeu RI.
Bisa dipastiksan hal ini bukan hanya di Bone, bahkan kegagapan itu juga terlihat dari kinerja pemerintah pusat dimana kebijakannya setiap saat selalu berubah untuk menanganai virus corona yang pertama kali ditemukan di Wuhan Negara Cina itu.
Tapi tidak sedikit daerah di Sulawesi Selatan yang melalakukan terobosan untuk menekan laju COVID-19 misalnya memaksimalkan anggaran untuk penagadaan Mobil Swab PCR dan anggaran untuk pegawai Satgas yang bekerja di lapangan baik nakes maupu dari Satpol PP dan TNI-Polri.
Bagaimana Laju Perkembangan COVID-19 di Kabupaten Bone ?
Di kabupaten Bone, dipantau dari Pusat data COVID-19 di Kabupaten Bone, bone.go.id, tiap hari menyajikan grafik tingginya angka penularan dan angka kematian akibat terpapar COVID-19 seminggu terakhir.
Tercatat sejak tanggal 1 Januari 2021, terkonfirmasi kasus kematian inisial Inisial RS (Lk 43 tahun) Kel. Manurunge Kec. Tanete Riattang, yang merupakan seorang PNS, tanggal 3 Januari 2021 terjadi lagi kasus kematinan inisial Inisial AS (Lk 59 tahun) Kel. Masumpu Kec.Tanete Riattang, hanya berselang satu hari kembali terkonfirmasi kematian karena Covid-19.
Pada tanggal 5 Januari dan 7 Januari 2021, terkonfirmasi kasus kematian pasien Covid-19 inisial MY (Pr 45 tahun) alamat Desa Sanrangeng Kec. Dua Boccoe dan Inisial KM (Lk 61 tahun) alamat Desa Turucinnae.
Kasus kematian terus bertambah hingga 3 hari berturut-turut mulau dar 8 Januari 2021 yakni inisial nisial MA (55 tahun) dari Kel. Tibojong Kec. Tanete Riattang Timur, 9 Januari 2021 kembali terkonfirmasi kasus kematian karena terpapar COVID-19 Inisial MH (Lk 70 tahun) alamat Kel. Ta Kec. Tanete Riattang, 10 Januari 2021 kasus kematian kembali terkonfirmas inisial
SL 64 perempuan 64 tahun alamat Desa Teamusu Kec Ulaweng, dengan jumlah tambahan kasus 34 tambahan pasien COVID-19 dan 31 kasus sembuh
Dalam hanya kurung waktu 10 hari terkahit di awal Januari, sudah ada 7 kasus kematian akibar terpapar COVID-19. Persentase angka kematian ini termasuk cukup tinggi dibandingkan di daerah Kabupaten /Kota se Sulawesis Selatan.
Dan sampai Sampai Minggu 10 Januari 2021 pukul 20.00 Wita, Total Konfirmasi COVID-19 di Kabupaten Bone sebanyak 923 kasus, dengan rincian sembuh 704 orang, meninggal 22 orang, dan dirawat 197 orang.
Dari data ini menunjukkan, ada kewajiban dan langkah-langkah penanganan COVID-19 di Kabupaten Bone ini perlu di evaluasi, dari hulu ke hilir, sesuai dengan nilai kearifan lokal tanpa mengindahkan surat edaran atau juknis penanganan Wabah Pandemi Non Covid-19 yang dilurkan Satgas COVID-19 Pemeritah pusat dan Pemprov Sulsel.
Tiga Kecamatan kota sebagai penyumbang terbanyak warga yang terpapar COVID-19 dan angka kematiannya paling tinggi, yakni Kecamatan Tanetet Riattang, Kecamatan Tanete Riattang Timiur dan Kecamatan Tanete Riattang Barat perlu mendapatkan perhatian khsusus karena sudah menjadi titik epicentrum penyebaran COVID-19 di Kabupaten Bone, begitupun kecamatan lain yang rendah angka penularan dan kematian tetap harus dipertahankan.
Satgas Harus Memberikan Contoh dan Konsisten
Distrust atau ketidakpercayaan yang melanda masyarakat Bone akan potensi bahaya virus Corona (COVID-19) ini haru dilihat dari segala sisi. Rendahnya kepercayaan masyarakat (Butuh Penelitian,red) hari ini, adalah buah kegagalann pemerintah dalam hal ini Satgas Covid-19 memberikan edukasi dan pencerahan kepada masyarakat.
Satgas Covid-19 yang terbentuk dari Kabupaten, Kecamatan dan Desa memang tidak dibarengi kematangan dalam bertindak, bahkan kalau bahasa redakasi kabarbone.com, belum terbentuk sistem dan manajerial yang baik hubungan antara Satgas di segala tingkatan. Secara formal iya, namun dari segi kelembagaan dan komunikasi dari hulu kehilir belum berjalan efektif.
Potensi ini kemudian menjadi kelemahan selama berbulan-bulan hingga menyebabkan kejenuhan dan ketidak pastian masyarakat akan langkah pemerintah dalam menangani Virus Corona, yang menyebabkan distruts atau ketidak percayaan publik akan wabah COVID-19 bahkan dalam sisi penggunaan anggaran masyarakat menilai hanya untuk penghabisan anggaran ketika ada kasus terjadi.
Jaringan sosial safety net yang dikucurkan Pemkab Bone melalui Dinas Sosial kepada masyarakat yang tedampak yakni beras 5 kg ditambah uang tunai Rp 200 ribu dan gelombang kedua adalah bantuan sembako adalah stimulan awal untuk mencegah konflik sosial ditengah himpitan perputaran ekonomi di Kabupaten Bone.
Namun lagi-lagi, pemuliah ekonomi melalui program sosial safety net, hanya memberikan euforia sementara bagi warga, dan terlena akan wabah Covid-19 yang terus mengancam nyawa warga Bone setiap saat, namun belum ada transformasi edukasi yang real untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya penerapan protokol kesehatan.
Acara-acara ceremony pemerintah akhir-akhir ini juga menjadi sorotan, kegiatan peresmian dengan melibatkan massa banyak menjadi titik puncak kecewaan bagi masyarakat.
Sangsi pelanggaran protokol kesehatan sebagian masyarakat menilai hanya dibebankan kepada masyarakat kecil sesuai yang diatur Perbub 37 Tahun 2020 tentang Penerapan Protokol Kesehatan yang ditandatangani Bupati Bone H. A Fahsar M. Padjalangi tahun lalu, sedangkan dari kacamata masyarakat, pejabat ketika melakukan kegiatan dengan mengumpulkan massa banyak tidak dikenakan sangsi apa-apa.
Sangsi hormat bendera dan pushup sering kali kita liat ketika operasi Yustisi digelar dijalan maupun sidak di warkop ataupun tempat keramaian yang melanggar prokes. Namun hal itu berbading terbalik jika kalangan pengusaha yang melakukan pelanggaran prokes yang, paling diberikan sangsi peringatan secara lisan atau tulisan dan belum ada diterapkan sangksi denda sebagaimana yang tertuang dalam Perbu 37 tahun 2020, padahal pengusaha memiliki kewajiban secara hukum dan secara moral untuk menjadi pionir penerapan protokol kesehatan.
Nilai kearifan lokal, SIPAKATAU, SIPAKALEBBI dan SIPAKAINGE adalah nilai luhur kearifan lokal yang hari ini masih dihargai dan dihormati sebagai norma sosial oleh masyarakat Bone dalam tananan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.
Nilai luhur ini mestinya dikaji secara mendalam dan diejawatankan dalam sebuah keputusan bupati baik edaran, ataupun tembusan kepada birokrat di bawahnya, agar penangan wabah COVID-19 ini lahir dan hadir yang berasal dari nilai akar budaya kita agar masyarakat taat tehadap edaran maupun keputusan pemerintah dalam hal pencegahan wabah COVID-19 di Bumi Arung Palakka ini.
Esktistensi Media Lawan COVID-19
Media memiliki perang vital dalam memberikan informasi yang aktual dan terpercaya kepada masyarakat ditengah gempuran hoax (berita bohong) di platform di media sosial. Media adalah corong pemerintah dalam menyampaikan informasi sekaligus menjadi jembatan bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi.
Media siber adalah satu media yang cepat dan tepat memeberikan kabar dan informasi terkini terkait persoalan pekembangan di pemerintahan dan isu yang berkembang di Masyarakat. Media tentuya ikut berkontribusi besar untuk memberikan jawaban disinformasi dan diskomonikasi dimasa pandemi COVID-19.
Namun yang perlu digaris bawahi, media mengalami turbelensi dan merasakan dampak yang luar biasa saat pandemi Covid-19 berlangsung. Pengurangan karyawan yang berakhir PHK dan pengurangan gaji adalah adalah buntut ketika perusahaan tidak mampu mempertahankan eksistensi ditengah pandemi.
Hal ini dikarenakan realokasi anggaran pemerintah yang fokus pada penangan COVID-19 sehignga, target dan rencana kontrak dengan isntansi yang sebelumnya menjadi mitra pupus tanpa kejelasan. Apalagi media lokal yang sangat bergantung terhadapa belanja iklan pemerintah .
Hidup segan mati tak mau, mungkin pribahasa itu menggambarkan perjalanan medial lokal Bone hari ini akibat pandemi Covid-19. Berkurangnya belanja pemerintah dalam pengiklanan memberikan dampak yang sangat luar biasa terhadap perusahan dan kesejahteraan wartawan / jurnalis.
Media sebagai pilar ke 4 demokarasi mestinya juga menjadi pembahasan pemerintah untuk melakukan penyelamatan ditengan Pandemi COVID-19 yang belum berakhir.
Penulis : Dedi Hamzah (Direktur Kabarbone.com)